Alquran telah mengingatkan umat Islam agar tidak meninggalkan generasi
yang lemah (dzurriyyatan dhi’afan) (QS [4]: 9), tapi generasi yang kuat,
cerdas, penyejuk mata dan hati serta pemimpin orang bertakwa. (QS [25]: 74).
Oleh Karena itu, pendidikan Islam yang beorientasi Qur’an sangat diperlukan
untuk meningkatan kecerdasan anak. Terutama untuk proses pembentukan karakter
keislaman. Bukan hanya berorientasi nilai akademik dan kelulusan saja, apalagi
mengabaikan akhlak/moralitas.
Dalam hal pembentukan
generasi Qur’ani, orangtua tentunya merupakan figur yang sangat berperan
penting selain guru di sekolah formal dalam pembentukan karakter ini.
Sebagaimana hadis Nabi yang berbunyi: “Setiap anak yang dilahirkan adalah
fitrah (suci). Kedua orang tua yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.
(HR Bukhari Muslim). Orang tua adalah guru
utama dan keluarga sebagai sekolah pertama untuk melahirkan generasi terbaik. Mulailah tanamkan rasa cinta anak terhadap Al-Qur’an sejak
usia dini. Sebagimanan pepatah pernah berkata “Belajar diwaktu kecil ibarat
mengukir diatas batu, dan belajar ketika dewasa ibarat mengukir diatas air.” Prinsip
ini muncul dari kaidah Rabbaniyah yang ada dan terjadi dialam semesta. Tidak
diraguka lagi, orang yang masih kecil biasanya lebih cepat menangkap pelajaran
daripada orang dewasa. Didiklah anak-anak kecil agar mulai menghafal Al-Qur’an
sedini mungkin. Karena, ketika manusia dilahirkan, kekuatan hafalannya berada
pada puncaknya, namun kekuatan pemahaman (analisisnya) masih rendah. Kekuatan
hipotesisnya kurang sekali, sedangkan daya hafalnya justru dalam tingkatan lusr
biasa. Demikianlah, seiring perjalanan waktu. Masa kecil yang dimaksud adalah
tahun aknak-kanak dan masa muda. Masa ini terus berlanjut hingga manusia
berumur dua puluh atau dua puluh lima tahun. Rata-rata usia ini kekuatan
hafalan dan daya analisisnya nyaris sama. Kemudian daya hafalnya semakin
melemah dan daya analisisnya semakin meningkat.
Sebagai orangtua, figur
yang sangat penting dalam pemebentukan karakter Qur’ani anak, tentunya tidak
bisa memaksakan kehendak dengan semena-mena. Perlu pengertian yang mendalam
tanpa keterpaksaan. Jangan sampai mendorong secara paksa anak untuk mencintai
ilmu, kejujuran, kedermawanan & akhlak mulia. Namun, pancinglah ia untuk
melakukan hal yang demikian dengan sendirinya. Karena tidak semestinya kebaikan
ditanamkan denga cara EDO (Ekspresif-Doktrinal-Otoriter). Pancinglah secara
pelan-pelan agar anak tidak merasa tertekan. Tanamkanlah prinsip pengertian.
Betapa pentingnya menanamkan nilai-nila kesadaran atu cara pendekatan PAF
(Persuatif-Akomodatif-Familiar), inilah yang dicontohkan oleh Baginda besar
kita Nabi Muhammad SAW. dengan cara mengumpan pertanyaan kepada para
sahabatnya: “Maa bal akwaam?”. “apa yang kalian lakukan jika seseorang
melakukan tindakan yang demikian-demikian?”.
Khalid Bin Hamid
al-Hazimy, penulis buku, “Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah”, menjelaskan tiga
orientasi pendidikan Qur’ani. Pertama, orientasi penanaman. Ibarat pohon, ia
bermula dari bibit pilihan, ditanam dengan kesungguhan dan keikhlasan, hingga
tumbuh dan berkembang menjadi pohon yang kokoh, rindang dan berbuah.
Begitu pula dengan manusia. Dari jutaan sperma, hanya satu yang berhasil
membuahi sel telur dengan benih terbaik. (QS [76]: 1-2). Dalam kandungan, ia
ditiupkan ruh Ilahi dengan potensi tauhid (QS [7]: 172). Ketika lahir, ia
diazankan dan diiqamatkan agar mendengar kalimah tauhid dan thayyibah.
Pendidik Sejati, Luqman
al-Hakim, telah memberikan teladan dalam mendidik anak yang benar yakni
penanaman akidah lebih dahulu. Jika akidah tauhidnya kuat, maka kepribadiannya
pun akan baik. (QS [31]: 12-19). Kalimah thayyibah itu, laksana pohon yang
akarnya menghunjam ke bumi dan dahannya menjulang ke langit, dengan buah yang banyak.
(QS [14]: 24-25). Pepatah Arab mengatakan, “man yazra’ yahsud” (siapa menanam
dia akan memanen).
Kedua, orientasi
pemeliharaan. Ia mesti dijaga (evaluasi) dengan baik agar tumbuh menjadi pohon
yang kokoh, sekaligus memperkuatnya dengan pupuk yang berisi akhlak mulia, agar
tidak terjerumus pada hal-hal negatif.
Nabi Ya’qub AS bertanya
kepada anak-anaknya, “Apa yang akan kalian sembah sepeninggalku?”. Mereka menjawab, “Kami akan menyembah
tuhanmu, tuhan nenek moyangmu Ibrahim, Ismail dan Ishaq, yakni Tuhan yang Maha
Esa.” (QS [2]: 133). Kalau kita, sering menanyakan, “Apa yang akan kalian makan
setelah aku mati?”
Ketiga, orientasi
penyembuhan. Pohon yang tumbuh akan terus menghadapi bala dan hama. Ia harus
diberi obat penawar untuk melawan hama. Jika tidak, ia bisa mati atau hidup
segan mati tak mau. Begitu pula perkembangan anak-anak di tengah tatanan sosial
yang bobrok ini. Upaya-upaya sistematis dan massif untuk merusak akidah,
pemikiran dan akhlak anak-anak sangat deras dan bertubi-tubi, termasuk pada
siaran televisi TV yang memberitakan kekerasan, pornografi, serta pornoaksi.
Mereka harus dirangkul
dan dibimbing menuju jalan yang benar. Jangan tinggalkan dalam kesesatan. Kita
bimbing mereka dengan membaca dan merenungi Al-quran, karena ia adalah obat dan
penyejuk yang menentramkan hati & fikiran manusia. Gema Al-Qur’an sewaktu
mereka masih kecil amat mempengaruhi kehidupan kemudian hari.
Membangun generasi
Qur’ani tidaklah semudah membalikkan kedua telapak tangan. Perlu proses yang
lebih intens lagi, agar nilai-nilai Qur’ani bisa masuk dan melekat pada diri
anak. Sebagai aktifis dakwah, perlu rasanya kita meninjau & menggerakkan
kembali generasi Qur’ani ini, mengingat betapa pentingnya Al-Qur’an yang sangat
berpengaruh dalam menentykan masa depan dakwah. Sebuah methode
(minhaj) yang diberikan oleh Allah SWT. secara sempurna, dan telah menuntun
kehidupan manusia, saat ini.
Dakwah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, pernah
menghasilkan generasi yang tidak pernah dikenal sebelumnya, yaitu generasi para
Shahabat. Generasi yang memiliki ciri atau karakter tersendiri, dan mempunyai
pengaruh yang luar biasa dalam sejarah Islam. Nampaknya dakwah ini tidak pernah
lagi menghasilan sebuah generasi seperti yang pernah dihasilkan generasi para
Shahabat.
Memang sepanjang sejarah selalu ada
orang-orang besar, yang menghiasi lembaran-lembaran sejarah, tetapi mereka
tidak akan pernah dapat menyamai generasi para Shahabat. Tidak pernah terjadi
sepanjang sejarah, di mana berkumpul sedemikian banyaknya, pada suatu tempat
dan periode, sebagaimana terjadi pada periode dakwah yang pertama, yang
dilaksanakan oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam.
Allah
SWT. telah menjamin untuk memelihara ketinggian dakwah ini, dan mengajarkan
bahwa dakwah ini terus berjalan dengan tidak adanya Rasulullah SAW. Semua ini
tak lain merupakan buah dari dakwah Beliau Shallahu alaihi wa sallam, yang
melaksanakan dakwah selama 23 tahun, lalu Rasulullah SAW. dijemput-Nya,
dikekalkan-Nya agama ini sampai akhir zaman. Dakwah terus berjalan dengan penuh
geloranya, karena telah adanya Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang merupakan warisan
kekal, sepanjang zaman dans sejarah manusia.
Mengapa
generasi pertama dalam dakwah ini, mempunyai karakter yang khas, dan tidak akan
pernah terjadi lagi sesudahnya, karena mereka berinteraksi langsung dengan
Rasulullah SAW., dan menerima wahyu (Al-Qur’an), dan mengamalkannya. Mereka
mengambil Al-Qur’an sebagai sumber bagi kehidupannya. Tidak mengambil sumber
dari sumber-submer yang bathil buatan manusia. Seperti digambarkan Rasulullah
Shallahu alaihi wa sallam :
“Sewaktu
Aisyah RA, ditanya tentang budi-pekerti Rasul SAW., ia berkata : “Budi
pekertinya adalah Al-Qur’an”.
Al-Qur’an
menjadi satu-satunya sumber bagi kehidupan mereka, menjadi ukuran, dan dan
dasar berpikir mereka. Ketika itu, bukan manusia tidak memiliki peradaban di
bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Bukan. Justru saat itu peradaban Romawi,
ilmu pengetahuan, dan hukum Romawi, yang sekarang masih menjadi ciri atau
ideologi Eropa.
Bahkan
terdapat pengaruh peradaban Yunani, yang begitu kuat, di dalam kehidupan,
sumber peradaban materi, yang sekarang terus mengalami dekadensi, yang menuju
kehancurannya.
Mengapa
generasi pertama dakwah ini, membatasi diri, dan tidak mau menerima berbagai
peradaban dan pemikiran yang ada waktu, dan sudah sangat maju? Rasulullah
Shallahu alaihi wa sallam, ingin membentuk sebuah generasi baru, yang dikenal
dengan “Generasi Qur’ani”. Mereka yang benar-benar hidup dibawah naungan
Al-Qur’an. Tidak hidup dibawah pengaruh atau terkontaminasi dengan peradaban
Romawi dan Yunani, yang merupakan induk dari peradaban materialisme. Ada
peradaban India, Cina, Romawi, Yunani, Persia, semuanya mengelilingi jazirah
Arab dari Utara dan Selatan. Agama Yahudi dan Nashrani juga hidup di jazirah
Arab, yang melahirkan peradaban dan budaya paganisme.
Rasulullah SAW.
membatasi para Shahabat, yang ingin membentuk sebuah generasi baru, yang akan
menjadi suri tauladan, bagi seluruh umat manusia, sepanjang sejarahnya. Tidak
mungkin Islam akan dapat menjadi sebuah peradaban baru, yang akan membangun
kehidupan umat manusia dengan sebuah minhaj baru, yang akan membebaskan manusia
dari segala bentuk perbudakan yang ada. Rasulullah SAW. hanya membatasi para
Shahabat dengan Al-Qur’an, dan nilai-nilai kemuliaan yang ada dalam Al-Qur’an.
Rasulullah
SAW. dengan rencananya, khususnya dalam periode ‘formatifnya’ (pembentukan),
tidak memberi kesempatan kepada para sahabat sedikitpun mereguk nilai-nilai
diluar Al-Qur’an. Al-Qur’an yang Beliau terima dari Malaikat Jibril disampaikan
kepada para sahabat, dan mereka mengamalkannya dengan penuh keimanan. Karena
itu, generasi pertama yang merupakan bentukan Rasulullah SAW., merupakan
generasi paling mulia, generasi yang merupakan kelompok yang disebut dalam
Al-Qur’an sebagai ‘asy-syabiquna awwalun’ (mereka yang pernah istijabah
menerima Al-Qur’an), dan istijabah terhadap dakwah Rasulullah SAW.
Maka,
ketika itu, Rasulullah SAW. marah kepada Umar Ibn Khatthab, waktu itu melihat
Umar di tangannya ada selembar buku Taurat. Beliau bersabda :
“Demi
Allah, seandainya Nabi Musa hidup di kalangan kamu sekarang ini, ia pasti
mengikuti saya”. (HR. al-Hafiz Abu Ya’ala, dari Hammad, dari as-Syabi dari
Jabir)
Generasi
para sahabat yang mendapatkan tarbiyah langsung dari Rasulullah SAW., sebuah
generasi yang unik, dan betapa mereka menjadi penyebar Islam ke seluruh dunia.
Mereka pula di saat bulan Ramadhan berperang menaklukkan kafir Qurays, dan hanya
dalam jumlah 300 Shahabat, melawan seribu pasukan Qurays, dan berhasil
menaklukan pusat peradaban jahiliyah, yaitu Makkah.
Fathul
Makkah berlangung di saat bulan Ramadhan. Jihad para Shahabat yang pertama
dalam sejarah yang agung itu, berlangsung di bulan Ramadhan. Mereka berhasil
memberihkan kota Makkah, yang merupakan pusat perdaban jahiliyah, kemudian
menjadi pusat peradaban tauhid, yang hanya menyembah Allah SWT. Berhala-berhala
yang menjadi pusat kesyirikan dibersihkan para sahabat yang dipimpin Rasululllah.
Tidak
ada lagi kehidupan syirik yang menjadi ciri kehidupan kaum jahiliyah di sekitar
Ka’bah. Kemudian, semuanya menjadi penyembah tauhid, dan hanya semata-mata
menyembah Rabbul Alamin.
Ini
merupakan bentuk kemenangan dari para generasi Qur’ani, yang dikenal dengan
para Shahabat, dan yang hidup dibawah naungan Al-Qur’an, mendasari kehidupan
dengan Al-Qur’an, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai minhajul hayah. Kemenangan
generasi sahabat melawan kaum jahiliyah Makkah, menandakan adanya era baru
dalam kehidupan ummat manusia, yang sebelumnya dibelenggu peradaban jahiliyah
yang menyembah berhala dan materialisme, dan telah membawa kesesatan bagi
kehidupan manusia di Makkah telah berakhir.
Al-Qur’an
telah menciptakan sebuah kehidupan baru bagi bangsa-bangsa di dunia. Inilah
warisan dari generasi Qur’ani yang langsung dididik oleh Rasulullah SAW., yang
bangkit melawan berbagai bentuk penyimpangan, kesesatan dan kedurhakaan
terhadap Allah SWT.
Kini,
giliran kita menapaki jalan tersebut. Menapaki jalan dakwah yang pernah diemban
oleh Rasulullah SAW. Menciptakan kader-kader generasi muda Qur’ani yang berbasis
IPTEK (Ilmu Pengetahuan& Tekhnologi) & IMTAK (Iman & Takwa). IPTEK
bila tidak didasari IMTAK akan sia-sia, begitu pula IMTAK jika tidak disokong
oleh IPTEK akan tertinggal oleh zaman & perdaban. Mari kita songsong
peradaban islam yang mulia dengan mencetak generasi-generasi Qur’ani yang akan
mengubah tatanan kehidupan menjadi lebih baik lagi. Hamasah!!!! AllahuAkbar!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar